Minggu, 03 Mei 2015

FORUM KOMUNIKASI MAHASISWA PERTANIAN INDONESIA BERAUDIENSI DENGAN KOMISI IV DPR RI
Oleh : Staff Ahli Komunikasi Eksternal POPMASEPI – Idzhar Jaya Nugraha


Jakarta (20/04/2015). Komisi IV DPR RI menerima audiensi dari Forum Komunikasi Mahasiswa Pertanian Indonesia (FKMPI) di Ruang Rapat Komisi IV, Gedung DPR RI. Pada kesempatan ini FKMPI dikoordinatori oleh Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) atas nama Ananda Bahri Pryaudha, sedangkan komisi IV DPR langsung dipimpin Bapak Edhy Prabowo selaku ketua komisi dan hadir pula Titiek Soeharto sebagai Wakil Ketua Komisi. Perlu diketahui FKMPI sendiri merupakan forum silaturrahim organ-organ mahasiswa pertanian Indonesia yang terdiri dari berbagai keilmuwan dan keprofesian di bidang pertanian. Organ-organ yang hadir dalam audiensi kali ini, yaitu : POPMASEPI (Perhimpunan Organisasi Mahasiswa Sosek/Agribisnis Pertanian Indonesia), FKK HIMAGRI (Forum Komunikasi dan Kerjasama Himpunan Mahasiswa Agronomi Indonesia), HMPTI (Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia), FORMATANI (Forum Mahasiswa Agroteknologi/Agroekoteknologi Indonesia), ISMPI (Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia), FOKUS HIMITI (Forum Komunikasi Himpunan Mahasiswa Tanah Indonesia) dan HIMABIOTRI (Himpunan Mahasiswa Bio Industri). Sedangkan Komisi IV DPR dihadiri kurang lebih 10 anggota.
 Audiensi yang dilakukan bukan tanpa persiapan, pada tanggal 17-19 April 2015. Koordinator FKMPI demisioner yaitu POPMASEPI telah menyelenggarakan sebuah diskusi dan kajian berupa Sosialisasi Buku SIPP 2013-2045 mengenai “Pertanian Bio-Industri Pertanian Berkelanjutan” disambung dengan diskusi bertemakan“Inovasi Pertanian Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Diskusi kali ini dihadiri oleh berbagai pihak, yaitu Kementerian Pertanian RI, Bapak Ir. Sonson Garsoni (pelaku usaha bio-industri pertanian), Prof.Dr. Dwi Andreas Santosa (Guru Besar IPB), Dr. Ir. Rahmat Pambudy,MS (Wakil Ketua Umum HKTI) dan Ir. H. Winarno Tohir (Ketua Umum KTNA). Mengenai diskusi yang dilakukan tentunya merupakan sebuah bagian dalam persiapan pertanian Indonesia dalam memanfaatkan peluang usaha sektor bio industri dalam persaingan pertanian yang semakin ketat. Kita dituntut memiliki inovasi yang solutif daalam menjawab tantangan-tantangan yang ada dalam pertanian di Indonesia.
Tidak hanya sosialisasi Buku dan diskusi, FKMPI juga mengadakan kembali sebuah forum yang membahas masa depan FKMPI dalam mengawal kebijakan-kebijakan pertanian di Indonesia. Baik dari segi perbedaan idealisme antar ioms-ioms pertanian sampai yang berhubungan dalam penyamaan persepsi untuk membawa FKMPI yang lebih solid dan kuat. Pada kesempatan ini pula terpilih Koordinator baru FKMPI, yaitu Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) selama 10 bulan kedepan sesuai dengan masa jabatan ioms tersebut. Melalui forum ini pula dihasilkan sebuah draft  yang menjadi bahan audiensi kepada komisi IV DPR RI, yang dikenal dengan “Cita Tani Jakarta”. Adapun poin-poin kesepakatan yang dihasilkan sebagai berikut, yaitu :
1.            Wujudkan Kedaulatan Petani.
2.            Tegakkan Reforma Agraria
3.            Optimalisasi Peran Pemuda dan Mahasiswa dalam Pembangunan Pertanian Indonesia.
4.            Perkuat Kelembagaan Pertanian.
5.            Keberpihakan Terhadap Hasil Tani Lokal.
6.            Transparansi Anggaran untuk Pertanian Kepada Masyarakat Luas Gambaran Umum.
Indonesia sebagai Negara agraris yang tanahnya subur nan gemah ripah loh jinawi. Persoalan pangan adalah persoalan hidup matinya sebuah Negara, sangat menentukan nasib dan pertumbuhan ekonomi. Masyarakat Indonesia yang memproduksi pangan justru menjadi bagian Negara yang mengalami kemiskinan dan kekurangan. Petani, tokoh penting dalam peradaban yang kerap kali dimarjinalkan dan dikriminalisasi.
Peran penting petani ini tidak selaras dengan apa yang didapatkan dalam kehidupan petani. Kesejahteraan rasanya masih sangat jauh untuk didapatkan, kriminalisasi dan kebijakan yang menginjak hak petanilah yang terus menerus terjadi. Pelayanan public pun sulit untuk didapatkan, terlebih pemenuhan hak-hak petani yang mendasarnya wajib dipenuhi oleh Negara. Seperti yang disebutkan dalam UU No.19 tahun 2013 mengenai Perlindungan dan Pemberdayaan petani, pasal 13 bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas perlindungan petani.
Seluruh petani setidaknya patut  berbahagia ketika disahkannya UU no 19 tahun 2013 tentang perlindungan terhadap petani. Pasalnya, ada beberapa hal yang bisa melegakan rongga paru-paru para petani dalam poin undang-undang tersebut. diantaranya point perlindungan petani yang bertujuan untuk membantu Petani dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim.
Reforma Agraria atau secara legal formal disebut juga dengan Pembaruan Agraria adalah proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah). Dalam pasal 2 TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 dijelaskan bahwa "Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia".
Pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya bangsa Indonesia. Melalui sejarah sumpah pemuda pada tahun 1928, sangat menegaskan bahwa cita-cita akan ada “tanah air Indonesia,”bangsa Indonesia:, dan “bahasa Indonesia”. Semangat ikrar membara tentu menegaskan bahwa peran pemuda memiliki bargain dalam menegakkan negeri ini. Pemuda memiliki kekuatan yang lebih secara fisik dan semangat bila dibandingkan dengan anak kecil atau jompo. Pemuda mempunyai potensi yang luar biasa seperti dinamit atau TNT yang bila diledakan, sangat luar biasa reaksinya.
Di Jawa Barat, petani yang berusia 30-44 tahun hanya sekitar 18,33 persen. Sementara petani usia 44-60 mendominasi, yaitu sebesar 53,33 persen, dan 21,67 persen petani di Jawa Barat berusia di atas 60 tahun. Sementara itu, di daerah sentra pertanian misalnya Cianjur, petani berusia 30-44 tahun hanya sekitar 7,8 persen. Sedangkan sisanya 48 persen adalah petani berusia 44-60 tahun, dan 42,2 persen petani di Cianjur berusia di atas 60 tahun. (PISPI, 2011).
Studi kasus selanjutnya ialah di Kabupaten Magetan, Jawa timur. Penduduk produktif di desa Poncol 50% adalah petani, 25 % sebagai pegawai dan wiraswasta 15%, penduduk lainnya merantau ke luar kota dan mencari pekerjaan di kota, sisanya 10% sebagai TKI dan TKW. Dari 50 % penduduk petani tersebut rata-rata usiasnya 40 tahun ke atas, 25 % yang sudah bekerja sebagai pegawai dan wiraswasta usia mereka antara 30-45 tahun. Sedangkan 15 % yang merantau ke luar kota untuk mencari pekerjaan berusia 25-35 tahun Sisanya 10% menjadi TKI dan TKW adalah usia 17-28 tahun (Prabowo, 2014). Tentunya yang sangat diprihatinkan ialah 10% penduduk desa Poncol tersebut yang masih berusia 17-28 tahun menjadi TKI dan TKW, yang seharusnya pada usia yang seharusnya harus terus belajar dan mampu berkarya di lingkungannya.
Lemahnya kelembagaan dan posisi tawar petani yang berakibat pada panjangnya tataniaga dan belum adilnya sistem pemasaran. Kelembagaan petani, baik rendahnya kualitas SDM petani dan nelayan, tidak ada atau tidak berfungsinya lembaga petani dan lembaga pendukung pertanian di perdesaan telah melemahkan posisi tawar petani dan mempersulit dukungan pemerintah yang diberikan kepada petani. Lembaga petani yang dapat menjadi alat untuk meningkatkan skala usaha untuk memperkuat posisi tawar petani sudah banyak yang tidak berfungsi. Lembaga pendukung untuk petani terutama lembaga penyuluhan pertanian sudah kurang berfungsi sehingga menurunkan efektivitas pembinaan, dukungan dan diseminasi teknologi dalam rangka meningkatkan penerapan teknologi dan efisiensi usaha petani. Selain itu, dengan berkembangnya otonomi daerah, semakin banyak peraturan daerah yang menghambat arus pemasaran komoditas, baik input produksi maupun output/hasil produksi. Kondisi ini kemudian membuat sistem pemasaran akan merugikan bagi petani produsen, karena berada pada posisi yang paling lemah.
Dengan demikian, informasi memiliki fungsi yang sangat luas yang dapat mencakup berbagai aspek. Baik ekonomi, sosial, bahkan politik. Ketiadaan informasi akan membuat sesorang lemah dalam pengambilan keputusan.Dalam perspektif ilmu sosial-politik, istilah transparansi memiliki hubungan erat dengan informasi. Selain itu, transparansi juga berkaitan dengan keterbukaan (openeness), dan akses (access). Keterbukaan atas suatu informasi dan kemudahan akses untuk memperoleh suatu informasi.
Berbicara mengenai transparansi anggaran bukan merupakan hal yang tabu. Apalagi setelah diputuskannya UU No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi public. Dalam UU tersebut, sangat jelas disebutkan bahwa setiap organisasi, badan atau Lembaga Publik yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN atau APBD harus menggunakan sistem informasi yang terbuka. Terbuka dalam artian bahwa setiap orang mudah dan berhak untuk mengaksesnya.
Dengan dibuatnya Cita Tani Jakarta, kami, FKMPI (Forum Komunikasi Mahasiswa Pertanian Indonesia) mengajukan agar petani dapat berdaulat, peran pemuda dan masyarakat dapat dioptimalisasikan, perkuat lembaga pertanian, pemerintah lebih berpihak terhadap pemberdayaan teknologi untuk pengingkatan kualitas produk lokal, serta transparansi anggaran masyarakat pertanian dapat sampai ke masyarakat luas.