FORUM KOMUNIKASI MAHASISWA
PERTANIAN INDONESIA BERAUDIENSI DENGAN KOMISI IV DPR RI
Oleh : Staff Ahli Komunikasi
Eksternal POPMASEPI – Idzhar Jaya Nugraha
Jakarta (20/04/2015). Komisi IV DPR RI menerima audiensi dari Forum
Komunikasi Mahasiswa Pertanian Indonesia (FKMPI) di Ruang Rapat Komisi IV,
Gedung DPR RI. Pada kesempatan ini FKMPI dikoordinatori oleh Ikatan Senat
Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) atas nama Ananda Bahri Pryaudha,
sedangkan komisi IV DPR langsung dipimpin Bapak Edhy Prabowo selaku ketua
komisi dan hadir pula Titiek Soeharto sebagai Wakil Ketua Komisi. Perlu
diketahui FKMPI sendiri merupakan forum silaturrahim organ-organ mahasiswa
pertanian Indonesia yang terdiri dari berbagai keilmuwan dan keprofesian di
bidang pertanian. Organ-organ yang hadir dalam audiensi kali ini, yaitu :
POPMASEPI (Perhimpunan Organisasi Mahasiswa Sosek/Agribisnis Pertanian
Indonesia), FKK HIMAGRI (Forum
Komunikasi dan Kerjasama Himpunan Mahasiswa Agronomi Indonesia), HMPTI (Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman
Indonesia), FORMATANI (Forum Mahasiswa
Agroteknologi/Agroekoteknologi Indonesia), ISMPI (Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia),
FOKUS HIMITI (Forum Komunikasi Himpunan
Mahasiswa Tanah Indonesia) dan HIMABIOTRI (Himpunan Mahasiswa Bio Industri).
Sedangkan Komisi IV DPR dihadiri kurang lebih 10 anggota.
Audiensi yang dilakukan bukan
tanpa persiapan, pada tanggal 17-19 April 2015. Koordinator FKMPI demisioner
yaitu POPMASEPI telah menyelenggarakan sebuah diskusi dan kajian berupa Sosialisasi
Buku SIPP 2013-2045 mengenai “Pertanian Bio-Industri Pertanian Berkelanjutan”
disambung dengan diskusi bertemakan“Inovasi Pertanian Indonesia dalam
menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Diskusi kali ini dihadiri oleh berbagai pihak, yaitu
Kementerian Pertanian RI, Bapak Ir. Sonson Garsoni (pelaku usaha bio-industri
pertanian), Prof.Dr. Dwi Andreas Santosa (Guru Besar IPB), Dr. Ir. Rahmat
Pambudy,MS (Wakil Ketua Umum HKTI) dan Ir. H. Winarno Tohir (Ketua Umum KTNA). Mengenai diskusi yang dilakukan tentunya merupakan sebuah
bagian dalam persiapan pertanian Indonesia dalam memanfaatkan peluang usaha
sektor bio industri dalam persaingan pertanian yang semakin ketat. Kita
dituntut memiliki inovasi yang solutif daalam menjawab tantangan-tantangan yang
ada dalam pertanian di Indonesia.
Tidak hanya sosialisasi Buku dan diskusi, FKMPI juga mengadakan kembali
sebuah forum yang membahas masa depan FKMPI dalam mengawal kebijakan-kebijakan
pertanian di Indonesia. Baik dari segi perbedaan idealisme antar ioms-ioms
pertanian sampai yang berhubungan dalam penyamaan persepsi untuk membawa FKMPI
yang lebih solid dan kuat. Pada kesempatan ini pula terpilih Koordinator baru FKMPI,
yaitu Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) selama 10 bulan
kedepan sesuai dengan masa jabatan ioms tersebut. Melalui forum ini pula
dihasilkan sebuah draft yang menjadi
bahan audiensi kepada komisi IV DPR RI, yang dikenal dengan “Cita Tani
Jakarta”. Adapun poin-poin kesepakatan yang dihasilkan sebagai berikut, yaitu :
1.
Wujudkan
Kedaulatan Petani.
2.
Tegakkan
Reforma Agraria
3.
Optimalisasi
Peran Pemuda dan Mahasiswa dalam Pembangunan Pertanian Indonesia.
4.
Perkuat
Kelembagaan Pertanian.
5.
Keberpihakan
Terhadap Hasil Tani Lokal.
6.
Transparansi
Anggaran untuk Pertanian Kepada Masyarakat Luas Gambaran Umum.
Indonesia sebagai Negara agraris yang tanahnya subur nan gemah ripah loh
jinawi. Persoalan pangan adalah persoalan hidup matinya sebuah Negara, sangat
menentukan nasib dan pertumbuhan ekonomi. Masyarakat Indonesia yang memproduksi
pangan justru menjadi bagian Negara yang mengalami kemiskinan dan kekurangan.
Petani, tokoh penting dalam peradaban yang kerap kali dimarjinalkan dan
dikriminalisasi.
Peran penting petani ini tidak selaras dengan apa yang didapatkan dalam
kehidupan petani. Kesejahteraan rasanya masih sangat jauh untuk didapatkan,
kriminalisasi dan kebijakan yang menginjak hak petanilah yang terus menerus
terjadi. Pelayanan public pun sulit untuk didapatkan, terlebih pemenuhan
hak-hak petani yang mendasarnya wajib dipenuhi oleh Negara. Seperti yang
disebutkan dalam UU No.19 tahun 2013 mengenai Perlindungan dan Pemberdayaan
petani, pasal 13 bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas
perlindungan petani.
Seluruh petani
setidaknya patut berbahagia ketika
disahkannya UU no 19 tahun 2013 tentang perlindungan terhadap petani. Pasalnya,
ada beberapa hal yang bisa melegakan rongga paru-paru para petani dalam poin
undang-undang tersebut. diantaranya point perlindungan petani yang bertujuan
untuk membantu Petani dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh
prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen,
praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim.
Reforma
Agraria atau secara legal formal disebut juga dengan Pembaruan Agraria adalah
proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan
penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah). Dalam pasal 2 TAP MPR RI Nomor
IX/MPR/2001 dijelaskan bahwa "Pembaruan
agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan
kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria,
dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta
keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia".
Pemuda
adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar
ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita
berdirinya bangsa Indonesia. Melalui sejarah sumpah pemuda pada tahun 1928,
sangat menegaskan bahwa cita-cita akan ada “tanah air Indonesia,”bangsa
Indonesia:, dan “bahasa Indonesia”. Semangat ikrar membara tentu menegaskan
bahwa peran pemuda memiliki bargain dalam
menegakkan negeri ini. Pemuda memiliki kekuatan yang lebih secara fisik dan
semangat bila dibandingkan dengan anak kecil atau jompo. Pemuda mempunyai
potensi yang luar biasa seperti dinamit atau TNT yang bila diledakan, sangat
luar biasa reaksinya.
Di
Jawa Barat, petani yang berusia 30-44 tahun hanya sekitar 18,33 persen.
Sementara petani usia 44-60 mendominasi, yaitu sebesar 53,33 persen, dan 21,67
persen petani di Jawa Barat berusia di atas 60 tahun. Sementara itu, di daerah sentra
pertanian misalnya Cianjur, petani berusia 30-44 tahun hanya sekitar 7,8
persen. Sedangkan sisanya 48 persen adalah petani berusia 44-60 tahun, dan 42,2
persen petani di Cianjur berusia di atas 60 tahun. (PISPI, 2011).
Studi
kasus selanjutnya ialah di Kabupaten Magetan, Jawa timur. Penduduk produktif di
desa Poncol 50% adalah petani, 25 % sebagai pegawai dan wiraswasta 15%,
penduduk lainnya merantau ke luar kota dan mencari pekerjaan di kota, sisanya
10% sebagai TKI dan TKW. Dari 50 % penduduk petani tersebut rata-rata usiasnya
40 tahun ke atas, 25 % yang sudah bekerja sebagai pegawai dan wiraswasta usia
mereka antara 30-45 tahun. Sedangkan 15 % yang merantau ke luar kota untuk
mencari pekerjaan berusia 25-35 tahun Sisanya 10% menjadi TKI dan TKW adalah
usia 17-28 tahun (Prabowo, 2014). Tentunya yang sangat diprihatinkan ialah 10%
penduduk desa Poncol tersebut yang masih berusia 17-28 tahun menjadi TKI dan
TKW, yang seharusnya pada usia yang seharusnya harus terus belajar dan mampu
berkarya di lingkungannya.
Lemahnya
kelembagaan dan posisi tawar petani yang berakibat pada panjangnya tataniaga
dan belum adilnya sistem pemasaran. Kelembagaan petani, baik rendahnya kualitas
SDM petani dan nelayan, tidak ada atau tidak berfungsinya lembaga petani dan
lembaga pendukung pertanian di perdesaan telah melemahkan posisi tawar petani
dan mempersulit dukungan pemerintah yang diberikan kepada petani. Lembaga
petani yang dapat menjadi alat untuk meningkatkan skala usaha untuk memperkuat
posisi tawar petani sudah banyak yang tidak berfungsi. Lembaga pendukung untuk
petani terutama lembaga penyuluhan pertanian sudah kurang berfungsi sehingga
menurunkan efektivitas pembinaan, dukungan dan diseminasi teknologi dalam
rangka meningkatkan penerapan teknologi dan efisiensi usaha petani. Selain itu,
dengan berkembangnya otonomi daerah, semakin banyak peraturan daerah yang
menghambat arus pemasaran komoditas, baik input produksi maupun output/hasil
produksi. Kondisi ini kemudian membuat sistem pemasaran akan merugikan bagi
petani produsen, karena berada pada posisi yang paling lemah.
Dengan demikian,
informasi memiliki fungsi yang sangat luas yang dapat mencakup berbagai aspek.
Baik ekonomi, sosial, bahkan politik. Ketiadaan informasi akan membuat sesorang
lemah dalam pengambilan keputusan.Dalam perspektif ilmu sosial-politik, istilah
transparansi memiliki hubungan erat dengan informasi. Selain itu, transparansi
juga berkaitan dengan keterbukaan (openeness), dan akses (access). Keterbukaan
atas suatu informasi dan kemudahan akses untuk memperoleh suatu informasi.
Berbicara
mengenai transparansi anggaran bukan merupakan hal yang tabu. Apalagi setelah
diputuskannya UU No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi public. Dalam
UU tersebut, sangat jelas disebutkan bahwa setiap organisasi, badan atau
Lembaga Publik yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN atau APBD
harus menggunakan sistem informasi yang terbuka. Terbuka dalam artian bahwa
setiap orang mudah dan berhak untuk mengaksesnya.
Dengan dibuatnya Cita Tani Jakarta, kami, FKMPI
(Forum Komunikasi Mahasiswa Pertanian Indonesia) mengajukan agar petani dapat
berdaulat, peran pemuda dan masyarakat dapat dioptimalisasikan, perkuat lembaga
pertanian, pemerintah lebih berpihak terhadap pemberdayaan teknologi untuk
pengingkatan kualitas produk lokal, serta transparansi anggaran masyarakat
pertanian dapat sampai ke masyarakat luas.